Jumat, 11 September 2015

Makna Budaya Nyorong


            Nyorong merupakan salah satu rangkaian dalam prosesi adat pernikahan masyarakat Sumbawa,  nyorong dilakukan sebelum acara peresepsi pernikahan. Tradisi nyorong berlangsung setelah beberapa rangkaian adat lain dilaksanakan seperti bajajag, bakatoan, basaputis, dan bada’. Maka setelah beberapa prosesi diatas dilaksanakan, barulah acara nyorong berlangsung.  Bagi masyarakat Sumbawa, nyorong sangat penting, sebagai tanda akan penghormatan kaum laki-laki terhadap kaum wanita.
Pada umumnya, nyorong merupakan proses hantaran dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan, biasanya diiringi dengan kesenian khas Sumbawa Ratib Rabana ode dan Rabalas Lawas. Barang-barang yang menjadi pokok pada proses nyorong ini merupakan sejumlah barang yang sudah ditetapkan oleh kedua belah pihak pada saat basaputis. Misalnya, Pipis Belanya (sejumlah uang belanja) kemudian Isi Peti (berupa emas perhiasan) Isi Lemari (pakaian si gadis, mulai dari sandal hingga sanggul rambut) dan Soan Lemar (berupa beras, gula, minyak, kayu bakar dll termasuk kerbau atau sapi). Semua ini akan gunakan untuk menopang prosesi perkawinan yang dilaksanakan ditempat mempelai wanita.
Kecil besarnya jumlah barang hantaran telah disepakati pada saat basaputis, karena tidak semua permintaan dari pihak  wanita bisa dipenuhi oleh pihak laki-laki. Jika hantaran yang diberikan pihak laki-laki kecil, maka resepsi pernikahannya akan digelar secara sederhana. Sebaliknya jika hantaran diberikan dalam jumlah besar, maka resepsi pernikahannya akan berlangsung meriah. Karena semua barang hantaran tersebut akan digunakan sebagai penopang pada saat resepsi pernikahan.
Pihak mempelai laki-laki yang membawa barang hantaran tersebut datang berbondong-berbondong kepada pihak mempelai wanita, dengan diiringi kesenian khas Sumbawa Ratib Rabana Ode. Begitupun dengan pihak mempelai wanita, menyambut kedantangan rombongan mempelai laki-laki dengan rombongan yang ramai pula. Pada saat prosesi nyorong berlangsung disinilah bahasa-bahasa puitis sumbawa dirangkai menjadi bait pantun yang indah atau Lawas Samawa. Lawas biasanya dilantunkan oleh kedua belah pihak secara bergantian yang disebut dengan rabalas lawas. Isi dari lawas tersebut merupakan kata sambutan dari masing-masing pihak atas kebahagiannya menikahkan putra-putri mereka. Contohnya, pihak laki-laki biasanya melantunkan lawas seperti ini:
             Ka mu pesan kami datang ( kau pesan kami datang )
Ola berau kami langan si ( jalan berdebu kami lalui )                                                             Totang jangi ke darana (ingat janji dengan si gadis )
Maka dibalas kembali oleh pihak wanita sebagai jawaban dari lawas pihak laki-laki:
Ngibar piyo ling lawang ta ( burung berkibar depan pintu )                                               Pasamada kanatang sia ( memberitahukan akan kedatangan saudara )                                      Tutu lampa ka ling tutu  ( benar juga kata terucap )
Jadi selain sebagai prosesi hantaran, nyorong juga merupakan salah satu ajang silaturrahmi, karena pada saat nyorong berlangsung banyak orang yang dilibatkan. Termasuk keluarga jauh pun diundang untuk menghadiri prosesi nyorong ini, sembari memperkenalkan diri kepada calon keluarga barunya.
Selain itu ada pula simbol-simbol yang mengandung falsafah dari upacara Nyorong ini. Pihak laki-laki biasanya melengkapi rombongan mereka dengan beberapa batang Tebu yang melambangkan keperkasaan seorang laki-laki. Sedangkan dirumah calon pengantin wanita biasanya akan terlihat sebatang pohon pisang, sebagai simbul sebuah nasehat:

Mara Punti Gama Untung (contohilah daun pisang )
Den Kuning No Tenri Tana
( daun menguning tak tersentuh tanah )
Mate Bakolar Ke Lolo
(sampai matipun tetap bersama )

Dari sebatang pohon pisang tersebut diharapakn kepada kedua mempelai agar mampu meneladaninya dalan membangun rumah tangga yang sakinah, karena pisang walaupun daunnya menguning tetap menetap dipohonnya, tak tersentuh tanah, sampai matipun tetap bersama.  Begitulah Lawas-Lawas Samawa  sangat erat dengan makna-makna filosofi yang hingga kini masih menjadi bagian dari kehidupan masarakat Sumbawa.












 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar